Friday, April 19, 2013

Eksistensialisme dalam pandangan Martin Heidegger

elisabeth alfrida






BAB 1
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang Masalah

Eksistensia membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis.Oleh eksistensia kursi dapat berada di tempat.Pohon mangga dapat tertanam, tumbuh, berkembang.Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti, dan membentuk kelompok bersama manusia lain.
Selama masih bereksistensia, segala yang ada dapat ada, hidup, tampil, hadir.Namun, ketika eksistensia meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada, tidak hidup, tidak tampil, tidak hadir.Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga. Harimau menjadi bangkai. Manusia mati. Demikianlah penting peranan eksistensia. Olehnya, segalanya dapat nyata ada, hidup, tampil, dan berperan.

              Hal – hal yang layak dan patut untuk di eksiskan patut untuk ditampilkan agar semua orang tau keberadaan hal tersebut , eksistensialisme berperan penting untuk kehidupan kita agar kita manusia satu sama lain saling mengetahui , menghargai dan mengakui keberadaan manusia lain yang ada di sekitar kita .

Martin Hiedegger memulai karirnya sebagai orang kristen baru. Dia memperoleh dokter di “Freiburg im Breisgau”, dan lalu ia mengikuti jejak pemikiran Husserl. Ia menyusun skripsi tentang katogori dan signifikansi dari ajaran duns Scotus’s. Ia lalu menjadi koeditor di “Jahrbuch fur philosophie und phanomenologische forscbung”. Heidegger merupakan pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk menjawab pengertian dari “being”. Di dalam realitas nyata being (sein) tidak sama sebagai “being” ada pada umumnya, sesuatu yang mempunyai ada dan di dalam ada, dan hal tersebut sangat bertolak belakang dengan ada sebagai pengada. Heidegger menyebut being sebagai eksistensi manusia, dan sejauh ini analisis tentang “being” biasa disebut sebagai eksistensi manusia (dasein).





Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah Eksistensialisme dalam kajian Filsafat ?
2.      Bagaimanakah Eksistensialisme dalam pandangan Martin Heidegger ?


BAB 2
ACUAN TEORITIK

2.1  Tokoh Aliran ( Martin Heidegger 1889 – 1976 )

             Martin Heidegger lahir di Baden , Jerman . Ayahnya bekerja sebagai Kosfer di Gereja ST.Martius . Ia belajar di Konstanz , kemudian ia masuk Universitas Freiburg, Jurusan Teologi. Namun, tidak lama kemudian ia beralih menekuni bidang filsafat . Faoucault meraih doktor filsafat lewat disertasinya , Die Lehre Vom Urteil Im psychologismus .
Pada tahun 1915, ia mulai mengajar di bangku kuliah ia sudah mendalami fenomenologinya Edmund Husserl. Ketika Husserl bekerja di Freiburg, kehadiran itu membawa pengaruh besar asistennya . Pada tahun 1923 ia diundang ke Universitas Marburg dan diangkat menjadi professor. Di sini ia bertemu dengan Rudolf Bultman, seorang teolog terkemuka Protestan. Pada tahun 1928 ia diangkat menjadi professor di Freiburg sebagai pengganti Husserl.
              Ketika Hitler berkuasa di Jerman, Heidegger di pilih menjabat sebagai rector karena keterlibatannya di partai Nazi. Tetapi, banyak orang menyayangkan keterlibatan Heidegger dalam membantu aktivitas Nazi tersebut. Namun demikian , Heidegger belakangan sangat menyesal dengan sikapnya itu dan ia mengundurkan diri dan menyepi di desa terpencil sampai akhir hayatnya.
              Heidegger adalah salah seorang murid Hegel. Berbeda dengan gurunya. Heidegger tidak menaruh perhatian sama sekali terhadap metode filsafat atau penyelidikan Husserl mengenai matematika. Sebelum ia menjadi fenomenolog, ia dikenal sebagai mahasiswa teolog yang pandai yang acapkali melontarkan pertanyaan – pertanyaan kritis dan eksistensialis .
               Filsafat Heidegger dianggap sebagai prestasi monumental dan termasuk filsafat yang paling kuat dan berpengaruh hingga abad ini. Pemikiran filsafatnya terdiri atas dua bagian. Bagian pertama banyak dia curahkan dalam karyanya yang berjudul Being and Time, yang terbit pada tahun 1928. Pada karya awal tersebut ia lebih memisisikan diri sebagai fenomenolog. Tapi tak sedikit orang yang mengategorikannya selain sebagai fenomenolog juga sebagai seorang eksistensialis.
                 Seperti Kierkegard, Heidegger menyelediki arti eksistensi yang autentik, makna kekekalan kita, tempat kita di dunia dan di antara oang lain sebagai individu. Karya Heidegger kemudian membuat putaran yang berbeda. Selama ia berfilsafat, Heidegger menegaskan sebagaimana gurunya Husserl ia memulai dari presuposisi-presuposisi yang muaranya kea rah pemahaman filsafat yang holistic.
                   Karya awal Heidegger tersebut dipahami sebagian kalangan dalam dua aspek penting. Pertama, Heidegger memperlihatkan anti Cartesianisme yang mendalam , khususnya mengenai pikiran dan tubuh, pembedaan antara subjek dan objek, pemisahan linguistic atas kesadaran, pengalaman dan pikiran . Kedua, filsafat Heidegger sebagian besar adalah pencarian terhadap autentisitas yang dapat dipahami dengan penjelasan tertentu sebagai keutuhan .
                   Beberapa karya Heidegger antara lain ; Sein and Xeit ( ada dan waktu ) 1927 , Kunt und das problem der metaphysic ( apakah metafisika ? ) 1929, Holzawage ( jalan-jalan buntu ) 1957, Vortrage und Aufsatze 1957 , Identitat und differenz 1969 , Zur sache des dekes 1969, Ein uhrung in die metaphysic 1953, Was heist denken 1954, Nietzche 1961, Phenomenologie und Theologie.
                   Dalam buku Sein und Zeit Heidegger menguraikan tentang ada secara mendalam, tetapi sebelum sampai pada langkah ini , filsuf ini menajukan pertanyaan , siapakah yang mengajukan permasalahan tentang ada itu ? Makhluk tidak lain adalah Manusia. Tetapi, ia tidak menyebutkan manusia, tetapi “subjek, aku, pesona, kesadaran”. Sedangkan manusia dengan nama desain. Kata ini dari kata sein = ada, dan kata da = di situ. Manusia tidak ada , befitu saja tetapi secara erat bertautan dengan adanya sendiri.
                     Menurut Hidegger , manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya. Kemampuan seseorang untuk bereksistensi dengan hal-hal diluar dirinya karena memiliki kemampuan seperti kepekaan, pengertian, pemahaman , perkataan , atau pembicaraan . Yang dimaksud dengan mengerti dan memahami ialah bahwa manusia dengan kesadarannya akan berdaya diantara benda-benda lainnya harus berbuat sesuatu untuk menggunakan kemungkinan-kemungkinan yang ada pada dirinya dan memberi arti manfaat pada dunia dalam kemungkinan- kemungkinannya. Bagi Heidegger, untuk mencapai manusia yang utuh maka manusia itu harus merealisasikan segala potensinya – meski dalam kenyataannya seseorang itu tidak mampu merealisasikan semua itu, ia tetap berusaha sekuat tenaga dan mempertanggungjawabkan atas potensi yang belum teraktualisasikan.
                    Sama halnya dengan konsep ada dan non-ada, konsep ada-dalam-dunia( Inggris: being-in-the-world, jerman: in-der-welt-sein, Prancis:I’etre-dans-lemonade) juga merupakan konsep yang fundamentasl bagi para eksistensialis alam rangka menerangkan gejala keberadaan manusia . Konsep ada-dalam-dunia yang diperkenalkanoleh Martin Heidegger ini mengandung implikasi bahwa manusia hidup atau mengungkapkan keberadaannya dengan meng-ada di dalam dunia.
                     Untuk menangkap pengertian yang jelas dan keluar dari istilah ada-dalam yang digunakan oleh Heidegger memiliki arti yang dinamis, yakni mengacu kepada hadirnya subjek yang selalu berproses. Demikian pula dunia yang dikemukakan Heidegger itu harus dimenferti sebagai hal yang dinamis, bisa hadir da menampakkan diri dan bukan dunia yang tertutup atau semata-mata suatu dunia fisik geografis yang terbatas dan membatasi manusia . Heidegger sendiri menekankan bahwa ada dalam dunia adalah seinkomen yang berarti manusia mampu berada .
                        Jadi, ada-dalam-dunia itu tidak menunjuk pada fakta beradabnya manusia di dalam dunia seperti berada dalam karung atau baju dalam lemari, melainkan mewujud pada realitas dasar bahwa manusia hidup atau mengungkapkan keberadaannya di dunia sambil merancang, mengolah atau membangun dunianya itu , Manusia dan dunia adalah suatu totalitas yang menjadi relasi dialogis ( penggunaan tanda lambing dalam istilah ada dalam dunia itu pun sudah mengisyaratkan pandangan total dan dialektif dari Heidegger mengenai manusia dunia ). Totalitas dan dialektika manusia dunia itu mengandung implikasi bahwa keberadaan manusia dan perkembangan dunia. Dalam kenyataan manusia akan berkembang jika dia mengembangkan dunianya .
Selain itu filsafat Heidegger yang paling fenomenal adalah berkaitan degang konsep suasana hati (mood). Di dalam suasana hatilah kita”diataur” oleh dunia kita, bukan dalam pendirian pengetahuan observasional yang berjarak. Suasana hati juga dijadikan sebagai titik tolak untuk memahami hakikat diri dan siapa kita. Barangkali inilah yang menguatkan pendapat banyak orang menilai Heidegger sebagai sosok yang mampu melihat noumena dan phenoumena.


















2.2  Konsep Dasar Aliran ( Eksistensialisme )

Eksistensialisme sering diartikan beragam, mulai dari paham yang dianut oleh para anggota kesenian avant garde di paris; aliran filsafat yang membahas penderitaan hidup dan mendukung tindakan bunuh diri; sistem pemikiran di Jerman yang bertendensi anti-rasional; sampai pada aliran seni (tokoh-tokohnya antara lain Van Gogh, Cezanne, dan Picasso) dan kesusastraan (tokoh-tokohnya misalnya Dostoeveski, Kaffka, Baudalaeir, dan Rilke).
Istilah eksistensi berasal dari kata Ex-Sitere, yang secara literal berarti begerak atau tumbuh keluar. Dengan istilah ini hendak dikatakan oleh para eksistensialis bahwa eksistensi manusia seharusnya dipahami bukan sebagai kumpulan substansi-substansi, mekanisme-mekanisme, atau pola-pola statis, melainkan sebagai “gerak” atau “menjadi”, sebagai suatu yang “mengada”. Dalam konteks ini, pertanyaan krusial bukanlah, misalnya saja, apakah betul bahwa saya terbuat dari bahan-bahan kimiawi tertentu, sehingga masalah yang saya hadapi adalah bagaimana saya sadar akan kenyataan itu dan apa yang akan saya lakukan kemudian.
Arti eksistensi akan kita pahami secara jelas lagi kalau kita maninjau kembali pembedaan tradisional antara istilah eksistensi dan esensi. Esensi menunjuk pada, katakanlah, kecoklatan dari kayu ini, kepadanya, dan karakter-karakter lain yang membuat tongkat itu menjadi berarti.
Eksistensialisme dalam memahami manusia mempunyai beberapa pendahulunya yang sangat terkenal dalam sejarah barat seperti Sokrates dalam dialog-dialognya, Agustinus dalam analisa psikologi-dalamnya, Pascal dalam perjuangannya untuk menemukan sebuah tempat bagi alasan-alasan hati yang tidak diketahui oleh rasio. Tetapi cara pemahaman Eksistensialisme yang lebih berpengaruh muncul secara khusus seratus tahun yang lalu dalam protes-protes keras Kierkegaard terhadap rasionalisme dan Idealisme Hegel yang sangat berpengaruh waktu itu.
Soren Kierkegaard menyatakan bahwa pengertian Hegel tentang kebenaran yang abstrak mengenai kenyataan merupakan suatu ilusi dan penuh tipu daya. Kebenaran itu ada, demikian tulis Kierkegaard, hanya setelah individu membuat kebenaran itu dalam tindakan. Para eksistensialis lainnya mengkritik para rasionalis dan idealis yang melihat manusia sebagai subjek, yakni memandang manusia hanya sebagai makhluk berpikir.
Ekisistensi dari hal-hal Individual, dengan demikian, diluar gambaran yang abstrak itu. Misalnya kita dapat menunjukan bahwa tiga apel ditambah tiga apel sama dengan enam. Tetapi ini akan sama halnya kalau apel diganti dengan jeruk, secara matematis tidak ada perbedaan mendasar apakah apel atau jeruk itu ada atau tidak ada.
Dengan demikian, bahwa sebuah proposisi dapat saja benar tanpa ada masalah apakah yang ditunjukkan itu nyata (real) atau tidak. Maka dari itu pertanyaan-pertanyaan yang sering muncul dalam Eksistensialisme adalah, apakah secara abstrak benar dan apa yang secara eksistensial nyata bagi pribadi-pribadi atau individu.
BAB 3

PEMBAHASAN


3.1 EKSISTENSIALISME SEBAGAI FILSAFAT

                 Dalam kajian filsafat, benturan antar aliran akan banyak ditemui, terutama setelah satu pandangan dengan pandangan lain bertemu pada satu tema besar yang menjadi inti dari masing-masing aliran itu. Dampaknya, untuk para pemula dalam bidang ini, akan mengalami berbagai macam kebingungan karena komplektisitas dan penuh dialektika didalamnya.
Husserl telah memberikan banyak rangsangan pada para filsuf eksistensialis seperti Heidegger, Sartre, dan Merleau-Ponty. Akan tetapi arus filsafat eksistensial bergerak kearah yang berbeda dengan yang dituju oleh Husserl. Jika filsafat Husserl berurusan dengan esensia berbagai hal, para eksistensialis bergumul dengan eksistensial. Bagi sejumlah eksistensialis kontomporer, fenomenologi adalah titik keberangkatan dan fase perama dari evolusi filsafat mereka. Beberapa eksistensialis itu, membentuk hubungan yang erat dengan fenomenologi dari pada para eksistensialis lainnya. Akan tetapi, bagaimanapun, segenap eksistensialis,menerima metode fenomenologis sebagai metode yang mendasar dan sah.karena itu, boleh dikatakan bahwa para eksistensialis dalah juga fenomenolog, tetapi tidak sebaliknya.
Meskipun eksistensialisme berhutang banyak pada fenomenologi, ilham-ilhamnya yang esensial berasal dari sumber-sumber yang lain, yakni pemikiran-pemikiran Kierkegaard dan friedrich Nietz (1844-1900), bahkan dari pada pemikir yang lebih awal. Gerakan baru ini timbul secara bersamaan dan mandiri dibeberapa negara serta menyebar dengan cepat. Persamaan iklim intelektual serta faktor-faktor dan kondisi-kondisi umum bisa menerangkan bagaimana eksistensialisme timbul dan memperoleh penerimaan dibanyak negara.

3.2 EKSISTENSIALISME DALAM DUNIA HEIDEGGER

                   Martin Heidegger sepintas mungkin dinilai matematis dan kaku dalam menenun eksistensialismenya. Namun, hal tersebut sesungguhnya tidak identik dengan Martin Heidegger. Ia memiliki bangunan filosofis yang permanen dengan keterbukaannya yang luar biasa untuk mengantar filsafat pada pencarian sesuatu yang terdalam pada hal-hal lain yang berada di sekelilingnya. Hal-hal yang mengitari proses identifikasi human. Dengan demikian filsafat Heidegger adalah rangkaian arus berpikir yang tidak hanya mengetengahkan makna dari penjumlahan dalam dan luar belaka, melainkan bagaimana manusia dalam proses menjadi dan mencari arti keberadaaannya mampu memasuki ranah makna hal-hal di luar dirinya sebagai dirinya. Ekternalisasi eksistensialisme Martin Heidegger merupakan salah satu bagian dari filosofi keberadaan yang memberi ruang bagi interaksi manusia dengan hal-hal sekitar. Kalau pada Sartre interaksi itu dipenuhi oleh gaya kebebasan, maka pada Heidegger interaksi itu ditentukan oleh pemberian makna. Apa yang dimaknai di luar diri kemudian menjadi salah satu bagian yang tidak bisa dilepaskan dari eksistensi manusia sendiri. Yang di luar manusia harus bisa dicari benang merahnya dengan manusia itu sendiri. Semua yang di luar baru bermakna apabila manusia mendekatinya. Manusia mampu menjadi yang lain dengan mengembangkan pemaknaannya serentak semua yang lain yang berada di luar manusia tersebut ditarik ke dalam ranah individu, karena semua yang lain itu adalah pemenuh arti manusia sendiri. Manusia menjadi penuh karena keterhubungan ini.
Karya filsuf asal Jerman yang santer disebut sebagai bapak fenomenologi yang mengantar aras pemikiran pada gerbang post-modernisme ini juga berhasil memberi apresiasi berbeda dari ciri filsafat klasik. Kalau pada metodologi klasik segala sesuatu didekati dengan berbagai cara dan proses untuk mengetahui makna terdalam, maka pada Martin Heidegger segala sesuatu diarahkan pada usaha memberi makna pada keberadaan. Segala sesuatu ditarik pada keterhubungannya yang apa adanya, tanpa memberi titik berat pada latar pengalaman dan kejadian-kejadian yang berhubungan. “Sesuatu” dinilai berdasarkan hubungan eksternalnya, hal-hal yang mengondisikan bagaimana sesuatu itu menjadi. Pada titik ini, individu bisa menjadi yang lain tetapi pemaknaan ini harus bergema pada identifikasi keberadaannya.
Yang ada di luar manusia akan berarti jika digunakan manusia. Di dalam dirinya, “hal-hal di luar” tidak memiliki makna. Mereka baru memiliki makna jika manusia merengkuhnya seturut tujuan dan alasan mengapa mereka digunakan. Pertanyaan tentang apa itu sesuatu tidaklah lebih penting ketimbang, bagaimana sesuatu itu bernilai dalam kontrol individu tertentu.
Pada akhirnya HEIDEGGER merasa mencapai metafisika yang lengkap dan sungguh-sungguh, jadi filsafat tentang ada yang sistematis. Hal ini menjauhkannya dari pendapat KIERKEGAARD. Begitu pula berlainan benar pendapatnya, karena dari eksistensi manusia tak dilihatnya jalan kepada Tuhan. Sehingga filsafatnya cenderung mengandung pemahaman ateisme.

PEMIKIRAN DAN METODE HEIDEGGER
1. Ditujukan pada pemecahan konkrit masalah "berada". Sebab selama ini pengertian kita tentang itu masih "samar".
2. "Berada" hanya dapat dijawab lewat "mitologi", artinya jika dihubungkan dengan manusia dan dicari artinya dalam hubungannya dengan itu. Agar usaha itu berhasil mereka harus gunakan "fenomenologi" > sebagai metode.yang penting apa arti "berada".
3. Satu-satunya "berada" yang dengan sedirinya dapat dimengerti sebagai "berada" adalah beradanya manusia.
4. Harus dibedakan antara "sein" = barada/manusia dengan "seinde" = yang berada/benda. Benda-benda hanya "varhanden" = jika dipandang pada dirinya sendiri, hanya terletak begitu saja didepan orang tanpa adanya hubungan dengan orang itu.
5. Manusia > bberdiri sendiri tanpa mengambil tempat di tengah-tengah dunia sekitarnya. Dengan demikian berarti ia "berada" bukan "yang berada".
• Keberadaan manusia disebut "dasein" = berada di sana, di tempat. Untuk itu, manusia harus keluar dari dirinya sendiri dan berdiri di tengah-tengah segala yang berada.
• Dasein manusia disebut juga eksistensi = benda dalam dunia. Misal : kayu bakar dll.
• Secara fenomenologis : hubungan manusia dan dunianya bersifat praktis = ia sibuk dengan dunia/mengerjakan dunia (besargen=menyela-nyelakakan)
• Di dunia, manusia berbuat. Berbuat : Praktis & teoritis (manusia diam). Praktis : manusia bertemu benda-benda dan berbuat dengan benda-benda itu. contoh : kayu jadi kursi, dll.
• Dalam hidupnya dengan alam sekitar, manusia bersikap praktis. Dengan demikian, manusia sebenarnya terbuka dengan dunianya.

Keterbukaan manusia bersumber pada 3 hal :
1. Befindlicheit : kepekaan, diungkap dalam bentuk perasaan/emosi, rasa senang, kecewa, dll.
2. Verstehen : mengerti/memahami, bukan pengertian biasa tetapi yang mendalam. sadar = sadar akan "beradanya", dengan itu seluruh dunia = berarti. Ia harus buat rencana terhadap dunia harus diapakan.
3. Rade : berbicara, mewujudkan asas yang eksisensial bagi kemungkinan untuk berbicara & berkomunikasi kata berhubungan dengan arti :
• Manusia adalah makhluk yang berbicara. Sambil berbicara ia mengungkapkan diri (eksis).
• Manusia yang tidak eksis = mati.
• Mati bukan makna sebenarnya (meninggal), tapi memustahilkan segala kemungkinan dari diri kita.











BAB 4

KESIMPULAN

                     Dari pembahasan yang telah dipaparkan dapat kami simpulkan bahwa Dunia dalam Eksistensialisme Martin Heidegger adalah , bagaimana harusnya manusia menampakkan dirinya , kemampuannya kepada dunia . manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamanya. Kemampuan seseorang untuk bereksistensi dengan hal-hal diluar dirinya karena memiliki kemampuan seperti kepekaan, pengertian, pemahaman , perkataan , atau pembicaraan . Yang dimaksud dengan mengerti dan memahami ialah bahwa manusia dengan kesadarannya akan berdaya diantara benda-benda lainnya harus berbuat sesuatu untuk menggunakan kemungkinan-kemungkinan yang ada pada dirinya dan memberi arti manfaat pada dunia dalam kemungkinan- kemungkinannya. Bagi Heidegger, untuk mencapai manusia yang utuh maka manusia itu harus merealisasikan segala potensinya – meski dalam kenyataannya seseorang itu tidak mampu merealisasikan semua itu, ia tetap berusaha sekuat tenaga dan mempertanggungjawabkan atas potensi yang belum teraktualisasikan. Dunia tanpa Eksistensialisme berarti dunia mati , seperti dalam dunia dalam karung , tanpa di ketahui apa isinya , apa manfaatnya , dan apa kemampuannya . Dengan adanya Eksistensialisme di dunia , manusia dapat diakui keberadaanya , manfaatnya dan kemampuannya . Dunia nyata dengan adanya Eksistensialisme .











No comments: