Terutama karena Konsili Vatikan 2 mengajarkan bahwa Liturgi Ekaristi itu pada hakekatnya merupakan "sumber dan puncak" dari iman Kristen [yang sejati, Katolik] dan kegiatan Gereja.
Hidup peribadatan kita tidak dapat dipisahkan dari hidup iman kita. "lex orandi, lex credendi"--"TATA (baca: aturan hukum [ber-]doa itu sama dengan TATA iman." Maksudnya adalah, Ibadat kita pada hakekatnya adalah sebuah PENGAKUAN IMAN. Liturgi-liturgi yang ditata dan ditetapkan oleh otoritas tertinggi Gereja katolik itu sesungguhnya mengungkapkan ibadat SEJATI umat Allah, Tubuh Kristus.
PENTING:
Perubahan-perubahan dalam liturgi mencerminkan sebuah perubahan dalam iman atau sebuah PERUBAHAN dalam PEMAHAMAN iman atau sebuah PERUBAHAN dalam pemahaman MENGENAI iman. Dan Bunda Gereja memperlakukan hal ini dengan sangat serius. Untuk melindungi liturgi-liturgi dari penyimpangan itulah, Gereja menetapkan bahwa wewenang untuk mengatur Liturgi semata-mata ada pada pimpinan Gereja, yaitu Tahta Apostolik seturut hukum Kanon dan Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concilium, dan aneka dokumen terkait:
-Instruksi Redemptionist Sacramentum,
-Instruksi mengenai Ibadat dan Misteri Ekaristi (Eucharisticum Mysterium; 1967),
-Konggregasi Suci Ritus,Instruksi Kedua mengenai Penerapan yang tepat dari Konstitusi Mengenai Liturgi Suci (Tres Abhinc Annos, 1967);
-Konggregasi Suci Ibadat Ilahi, Instruksi Ketiga mengenai Penerapan yang tepat dari Konstitusi Mengenai Liturgi Suci (Liturgiae Instaurationes, 1970)
---
Liturgi itu sudah ada aturan bakunya, tidak seenaknya diubah2. Dan adalah hak kita sebagai awam untuk bisa mengikuti misa yang sesuai dengan aturan liturgi, bukan?
Pola pikir Protestan atau yg mirip sama protestant itu jangan sampai dibiarkan terbawa masuk ke dalam Gereja...
Patut disayangkan bahwa betapa terdapat begitu banyak penyimpangan yang terjadi dalam liturgi dewasa ini. Dan terdapat begitu banyak alasan bagi penyimpangan2 ini.
> Sementara orang menolak untuk MENERIMA OTORITAS ABSAH Gereja untuk MEMBANGUN TATA ATURAN yang MENGIKAT bagi liturgi. Mereka menolak untuk mengikuti petunjuk2 liturgis dan MENOLAK MENGHORMATI dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh OTORITAS yang SAH.
Hari ini sebagai contoh faktual dan relevant, ada sekelompok umat beriman di saat Gereja merayakan kelahirannya pada Hari Raya Pentekosta ini, Misa Pentekosta justru dirayakan di luar gedung Gereja dan bukannya di dalam gedung Gereja dengan sepengetahuan bahkan disponsori Komisi Liturgi. Padahal Instruksi Redemptionist Scramentum dan Hukum Kanon yang mengikat seluruh umat awam jelas2 menyatakan:
Redemptionis Sacramentum 108:
"Perayaan Ekaristi hendaknya dilakukan di tempat suci, kecuali dalam kasus tertentu bila keadaan memaksa lain; dalam hal demikian perayaan harus berlangsung di tempat yang layak". Uskup diosesan akan mengambil keputusan untuk setiap kasus."
Sumber:
< http:// www.imankatolik.or.id/ kvii.php?d=Redemptionis+Sac ramentum&q=108-109>
Ini merujuk kepada Kitab Hukum Kanonik 932 § 1:
“Perayaan Ekaristi hendaknya dilakukan di tempat suci, kecuali dalam kasus khusus kebutuhan menuntut lain; dalam hal demikian perayaan haruslah di tempat yang pantas.”
Sumber:
< http:// www.imankatolik.or.id/ khk.php?q=932 >
Betapa mereka dengan sengaja telah mengabaikan, benar2 mengabaikan dan bukan karena tidak tau bahwa wewenang untuk mengatur Liturgi semata-mata ada pada pimpinan Gereja, yaitu Tahta Apostolik seturut hukum Kanon dan Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concilium.
> Kita dapat melihat beberapa umat yang lainnya lagi, karena pembinaan dan pengetahuan yang minim, tidak mengetahui apakah sesungguhnya MAKNA petunjuk2 ini.
> Yang lain lagi, tidak memahami apa itu liturgi2 umum, tanda2 yang digunakan di dalamnya dan PENTINGNYA KONSISTENSI DALAM BERIBADAT berdasarkan sebuah ritus tertentu dari Gereja Katolik yang kudus.
> Akhirnya, dan yang paling tragis adalah bahwa banyak orang telah KEHILANGAN akan sebuah CITA RASA yang KUDUS.
Mereka melihat misa sebagai sebuah kewajiban yang DIPAKSAKAN oleh manusia dan bukannya sebagai sebuah KESEMPATAN untuk MENYEMBAH Allah yang satu dan benar melalui misteri pengurbanan Yesus Kristus, Putra Allah.
Betapa sejumlah besar orang Katolik tidak percaya akan Kehadiran Nyata Yesus Kristus dalam Ekaristi. Karena mereka tidak percaya bahwa Yesus sendiri sungguih-sungguh hadir dalam kepenuhan keilahian dan kemanusiaan-Nya, mereka merasa tidak perlu untuk MENYEMBAH SEBAGAIMANA yang DIMAKSUDKAN oleh Gereja. Sehingga tidak mengherankan kalau dalam misa, mereka memusatkan perhatian pada diri mereka sendiri, satu sama lain, atau hanya pada aspek kemanusiaan Yesus.
Kita melihat dengan prihatin betapa sesama saudara umat beriman [Katolik] kita tersebut sungguh2 telah kehilangan cita rasa akan yang kudus.
---
Kombinasi alasan2 di atas telah turut memberi sumbangsih bagi terjadinya penyimpangan-penyimpangan.
Mereka yg merasa tersinggung sering tidak tau akan apa yang HARUS DILAKUKAN. Pentinglah kiranya untuk MEMAHAMI prinsip-prinsip tertentu yang mengatur liturgi-liturgi Gereja.
Faktanya di masa kini adalah,
1) Kalau umat lebih suka liburan ke luar kota, jangan ekaristinya yang dipersalahkan--lalu dicari cara-cara gimana supaya Ekaristi "menarik". Ini benar-benar pola pikir Protestan, terutama aliran Pentecostal yang ibadahnya berusaha untuk dibuat semenarik mungkin, karena dari sanalah uang mengalir.
2) Beriman Katolik =/= jualan krupuk di warung. Bukan yang semakin banyak yang ikut yang semakin laris dan semakin bagus. Juga, Gereja Katolik tidak sama dengan partai politik, yang harus mencari cara supaya kelompoknya diikuti oleh banyak orang, supaya jutaan orang berduyun-duyun datang ke KKR atau rapat partai. Tidak. Ibadah ala KKR atau entah apa lagi namanya yang cuma cari sensasi dan banyak para pengikutnya itu bukan puncak inti iman Kristen [yang sejati]. Kalau sampai ada yang berpikir bahwa Gereja Katolik harus melakukan semacam trik KKR ala Benny Hihn dengan poster-poster dan iklan-iklan yang mencolok di sana-sini, maka orang itu KELIRU besar.
3). Tujuan Ekaristi tidak seperti KKR atau ibadah ala pendeta Protestant populer.
Para pendeta2 tersebut boleh malu kalau acaranya cuma didatangi 100 orang (padahal targetnya 100.000 orang, misalnya). Ekaristi adalah ekaristi. Ini acara Tuhan, ini perjamuan Tuhan, bukan rapat partai yang dipimpin oleh seorang pengkhotbah karismatik yang masih butuh tepuk tangan manusia dari para pengikutnya (yang bisa merasa sakit hati jika tepuk tangan yang diterimanya kalah membahana dibandingkan acara sepak bola futsal di gedung sebelah, umpamanya...).
Tidak. Sama sekali TIDAK dengan "T" besar.
Ingat selalu bahwa Ekaristi kudus itu bukan acara KKR ala Protestant atau acara dangdutan dalam kampanye partai politik di kampung-kampung. Ekaristi tidak bisa direkayasa menjadi acara dangdutan ala Protestant. Kalau mau bikin acara band ato dangdutan atau acara a la Pentakostal, bukan di paroki Gereja Katolik tempatnya.
Kutipan dari buku 'The Spirit of the Liturgy' (hal. 198-9) tulisan +Joseph Cardinal Ratzinger, saat menjabat kepala prefek Konggregasi Ajaran & Iman (CDF):
"Tarian bukanlah bentuk ekspresi liturgi Kristen. Benar-benar absurd untuk mencoba membuat liturgi "menarik" dengan tarian, yang sering berakhir dengan tepuk-tangan.
--->>> Karena KAPAN SAJA terdengar TEPUK-TANGAN pecah di dalam liturgi karena suatu prestasi manusiawi, itulah tanda PASTI bahwa HAKEKAT LITURGI secara TOTAL SUDAH HILANG dan diganti oleh sejenis PERTUNJUKAN ROHANI.<<<---"
Satu lagi:
"I am convinced that the crisis in the Church that we are experiencing today is to a large extent due to the disintegration of the liturgy... We need a new liturgical movement" - Cardinal Ratzinger, now Pope-Emeritus Benedict XVI.
Terjemahan Bebasnya, mau mengatakan bahwa:
"Saya merasa diyakinkan bahwa sebagian besar krisis dari dalam Gereja yang kita alami hari ini adalah buahdis-integrasi dari liturgi ... Kita perlu suatu gerakan Liturgis baru" ~ Kardinal Ratzinger, sekarang Paus-emeritus kita yang terkasih Benediktus 16.
---
Apa kata anggota Magisterium Gereja Katolik yang kita hormati lainnya:
"Some practices which Sacrosanctum Concilium had never even contemplated were allowed into the Liturgy, like Mass versus populum, Holy Communion in the hand, altogether giving up on the Latin and Gregorian Chant in favor of the vernacular and songs and hymns without much space for God, and extension beyond any reasonable limits of the faculty to concelebrate at Holy Mass. There was also the gross mis-interpretation of the principle of 'active participation.' " - Archbishop Malcolm Ranjith (Secretary of the Congregation for Divine Worship)
Terjemahan bebas:
"Beberapa praktek yang tidak pernah terpikirkan pada Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concilium kini diizinkan masuk ke dalam Liturgi Ekaristi, seperti Misa 'ad populum' (imam menghadap ke arah umat), menerimakan Komuni kudus di tangan, penggunaan pada bahasa Latin dan Gregorian Chant yang kesemuanya itu menyerah dan mengalah buat mendukung penggunaan lagu-lagu dan himne2 vernakular (bahasa dan lagu2 lokal sehari-hari pada suatu daerah tertentu) tanpa banyak ruang lagi yang tersisa untuk Tuhan. (Instruksi Redemptionis Sacramentum 183).
---
Kalo soal tepuk tangan, soal musik rock, band, soal alat musik daerah atau lagu daerah, salah satu referensi "Inkulturasi dan Liturgi Roma" yang dikeluarkan Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen-Sakramen tahun 1994.
"Musical forms, melodies and musical instruments could be used in divine worship as long as they "are suitable, or can be made suitable, for sacred use, and provided they are in accord with the dignity of the place of worship and truly contribute to the uplifting of the faithful."[86]"
Itu tanda angka "86" di sana merujuk ke paragraf 120 dokumen Konstitusi Liturgi "Sacrosanctum Concilium":
Terjemahan bebas Indonesia:
120. (Orgel dan alat-alat musik lainnya)
Dalam Gereja Latin orgel pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik tradisional, yang suaranya mampu memeriahkan upacara upacara Gereja secara mengagumkan, dan mengangkat hati Umat kepada Allah dan ke sorga. Akan tetapi, menurut kebijaksanaan dan dengan persetujuan pimpinan
gerejawi setempat yang berwenang, sesuai dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40, alat-alat musik lain dapat juga dipakai dalam ibadat suci, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan penggunaan dalam Liturgi, sesuai pula dengan keanggunan gedung gereja, dan sungguh membantu memantapkan penghayatan Umat beriman.
Sumber:
< http://www.ekaristi.org/ konsili_vatikan/ Konstitusi_Tentang_Liturgi_ Suci.pdf >
Lantas timbul suatu pertanyaan bagus, bagaimanakah tanggapan kita saat menyaksikan aneka perubahan yang TIDAK SAH dalam bagaimanacara Kurban Misa Ekaristi dirayakan tersebut? Ada beberapa hal yang dapatdilakukan untuk menyikapinya.
Pertama, berdoalah!
Persembahkanlah deritamu demi Gereja.
Kedua, pertimbangkanlah penyimpangan2 itu dalam norma-norma yang ditemukan dalam dokumen-dokumen liturgis terkait. Jika memang cocok, barulah pertimbangkan prinsip-prinsip hukum. Jika ia bukanlah penyalah-gunaan yang kentara atas rubrik2 dan atau aturan2 hukum liturgis, dengan PENUH KASIH tanyakanlah lebih jauh mengenai persoalan itu, termasuk batas mandat orang yang melkukan tindakan tersebut jika ia bukanlah eorang imam.
Jika persoalan itu pantas disikapi, kita HARUS MEMASTIKAN bahwa ortodoksi (keyakinan dan disiplin yang benar) kita DISERTAI oleh ortopraksis (maksudnya, tindakan yang benar). Kesabaran, ketekunan dan di atas segala-galanya adalah, cinta kasih.
Ketiga, karena ortodoksi menuntut kita untuk memajukan kebenaran, tetapi TIDAK PERNAH mengijinkan kita untuk menyerang cinta kasih. Maksunya, tahananlah keinginan untuk berbicara dengan tidak hormat kepada otoritas yang berwenang (Kel 16:2-12; Bil 16). Kita harus mencari kesempatan untuk mengungkapkan keprihatinan-keprihatinan kita dalam sebuah cara yang hormat entah itu kepada orang sebagai pribadi maupun atas jabatan imamatnya. Dan jika dia tidak mendengarkan kita, dekati otoritas yang lebih tinggi .
Hal yang paling penting adalah, kita harus berusaha untuk tidak kehilangan iman kita (Sir 2). Dalam situasi frustasimu, dekatkanlah dirimu kepada Kristus di dalam Sakramen-Sakramen. Karena kesetiaan sejati akan Kristus dan Gereja-Nya inilah yang merupakan hal paling otentik untuk memupuk pembaharuan liturgis yang otentik pula.
+++
"et introibo ad altare Dei ad Deum qui laetificat iuventutem meam."--"Aku hendak naik ke Altar Tuhan, ke hadapan Allah yang menggirangkan masa mudaku." (Maz 42:4)
[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. Thomas A Kempis, 'De Imitatione Christi II, 2, 2]
> Sementara orang menolak untuk MENERIMA OTORITAS ABSAH Gereja untuk MEMBANGUN TATA ATURAN yang MENGIKAT bagi liturgi. Mereka menolak untuk mengikuti petunjuk2 liturgis dan MENOLAK MENGHORMATI dokumen-dokumen yang dikeluarkan oleh OTORITAS yang SAH.
Hari ini sebagai contoh faktual dan relevant, ada sekelompok umat beriman di saat Gereja merayakan kelahirannya pada Hari Raya Pentekosta ini, Misa Pentekosta justru dirayakan di luar gedung Gereja dan bukannya di dalam gedung Gereja dengan sepengetahuan bahkan disponsori Komisi Liturgi. Padahal Instruksi Redemptionist Scramentum dan Hukum Kanon yang mengikat seluruh umat awam jelas2 menyatakan:
Redemptionis Sacramentum 108:
"Perayaan Ekaristi hendaknya dilakukan di tempat suci, kecuali dalam kasus tertentu bila keadaan memaksa lain; dalam hal demikian perayaan harus berlangsung di tempat yang layak". Uskup diosesan akan mengambil keputusan untuk setiap kasus."
Sumber:
< http://
Ini merujuk kepada Kitab Hukum Kanonik 932 § 1:
“Perayaan Ekaristi hendaknya dilakukan di tempat suci, kecuali dalam kasus khusus kebutuhan menuntut lain; dalam hal demikian perayaan haruslah di tempat yang pantas.”
Sumber:
< http://
Betapa mereka dengan sengaja telah mengabaikan, benar2 mengabaikan dan bukan karena tidak tau bahwa wewenang untuk mengatur Liturgi semata-mata ada pada pimpinan Gereja, yaitu Tahta Apostolik seturut hukum Kanon dan Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concilium.
> Kita dapat melihat beberapa umat yang lainnya lagi, karena pembinaan dan pengetahuan yang minim, tidak mengetahui apakah sesungguhnya MAKNA petunjuk2 ini.
> Yang lain lagi, tidak memahami apa itu liturgi2 umum, tanda2 yang digunakan di dalamnya dan PENTINGNYA KONSISTENSI DALAM BERIBADAT berdasarkan sebuah ritus tertentu dari Gereja Katolik yang kudus.
> Akhirnya, dan yang paling tragis adalah bahwa banyak orang telah KEHILANGAN akan sebuah CITA RASA yang KUDUS.
Mereka melihat misa sebagai sebuah kewajiban yang DIPAKSAKAN oleh manusia dan bukannya sebagai sebuah KESEMPATAN untuk MENYEMBAH Allah yang satu dan benar melalui misteri pengurbanan Yesus Kristus, Putra Allah.
Betapa sejumlah besar orang Katolik tidak percaya akan Kehadiran Nyata Yesus Kristus dalam Ekaristi. Karena mereka tidak percaya bahwa Yesus sendiri sungguih-sungguh hadir dalam kepenuhan keilahian dan kemanusiaan-Nya, mereka merasa tidak perlu untuk MENYEMBAH SEBAGAIMANA yang DIMAKSUDKAN oleh Gereja. Sehingga tidak mengherankan kalau dalam misa, mereka memusatkan perhatian pada diri mereka sendiri, satu sama lain, atau hanya pada aspek kemanusiaan Yesus.
Kita melihat dengan prihatin betapa sesama saudara umat beriman [Katolik] kita tersebut sungguh2 telah kehilangan cita rasa akan yang kudus.
---
Kombinasi alasan2 di atas telah turut memberi sumbangsih bagi terjadinya penyimpangan-penyimpangan.
Mereka yg merasa tersinggung sering tidak tau akan apa yang HARUS DILAKUKAN. Pentinglah kiranya untuk MEMAHAMI prinsip-prinsip tertentu yang mengatur liturgi-liturgi Gereja.
Faktanya di masa kini adalah,
1) Kalau umat lebih suka liburan ke luar kota, jangan ekaristinya yang dipersalahkan--lalu dicari cara-cara gimana supaya Ekaristi "menarik". Ini benar-benar pola pikir Protestan, terutama aliran Pentecostal yang ibadahnya berusaha untuk dibuat semenarik mungkin, karena dari sanalah uang mengalir.
2) Beriman Katolik =/= jualan krupuk di warung. Bukan yang semakin banyak yang ikut yang semakin laris dan semakin bagus. Juga, Gereja Katolik tidak sama dengan partai politik, yang harus mencari cara supaya kelompoknya diikuti oleh banyak orang, supaya jutaan orang berduyun-duyun datang ke KKR atau rapat partai. Tidak. Ibadah ala KKR atau entah apa lagi namanya yang cuma cari sensasi dan banyak para pengikutnya itu bukan puncak inti iman Kristen [yang sejati]. Kalau sampai ada yang berpikir bahwa Gereja Katolik harus melakukan semacam trik KKR ala Benny Hihn dengan poster-poster dan iklan-iklan yang mencolok di sana-sini, maka orang itu KELIRU besar.
3). Tujuan Ekaristi tidak seperti KKR atau ibadah ala pendeta Protestant populer.
Para pendeta2 tersebut boleh malu kalau acaranya cuma didatangi 100 orang (padahal targetnya 100.000 orang, misalnya). Ekaristi adalah ekaristi. Ini acara Tuhan, ini perjamuan Tuhan, bukan rapat partai yang dipimpin oleh seorang pengkhotbah karismatik yang masih butuh tepuk tangan manusia dari para pengikutnya (yang bisa merasa sakit hati jika tepuk tangan yang diterimanya kalah membahana dibandingkan acara sepak bola futsal di gedung sebelah, umpamanya...).
Tidak. Sama sekali TIDAK dengan "T" besar.
Ingat selalu bahwa Ekaristi kudus itu bukan acara KKR ala Protestant atau acara dangdutan dalam kampanye partai politik di kampung-kampung. Ekaristi tidak bisa direkayasa menjadi acara dangdutan ala Protestant. Kalau mau bikin acara band ato dangdutan atau acara a la Pentakostal, bukan di paroki Gereja Katolik tempatnya.
Kutipan dari buku 'The Spirit of the Liturgy' (hal. 198-9) tulisan +Joseph Cardinal Ratzinger, saat menjabat kepala prefek Konggregasi Ajaran & Iman (CDF):
"Tarian bukanlah bentuk ekspresi liturgi Kristen. Benar-benar absurd untuk mencoba membuat liturgi "menarik" dengan tarian, yang sering berakhir dengan tepuk-tangan.
--->>> Karena KAPAN SAJA terdengar TEPUK-TANGAN pecah di dalam liturgi karena suatu prestasi manusiawi, itulah tanda PASTI bahwa HAKEKAT LITURGI secara TOTAL SUDAH HILANG dan diganti oleh sejenis PERTUNJUKAN ROHANI.<<<---"
Satu lagi:
"I am convinced that the crisis in the Church that we are experiencing today is to a large extent due to the disintegration of the liturgy... We need a new liturgical movement" - Cardinal Ratzinger, now Pope-Emeritus Benedict XVI.
Terjemahan Bebasnya, mau mengatakan bahwa:
"Saya merasa diyakinkan bahwa sebagian besar krisis dari dalam Gereja yang kita alami hari ini adalah buahdis-integrasi dari liturgi ... Kita perlu suatu gerakan Liturgis baru" ~ Kardinal Ratzinger, sekarang Paus-emeritus kita yang terkasih Benediktus 16.
---
Apa kata anggota Magisterium Gereja Katolik yang kita hormati lainnya:
"Some practices which Sacrosanctum Concilium had never even contemplated were allowed into the Liturgy, like Mass versus populum, Holy Communion in the hand, altogether giving up on the Latin and Gregorian Chant in favor of the vernacular and songs and hymns without much space for God, and extension beyond any reasonable limits of the faculty to concelebrate at Holy Mass. There was also the gross mis-interpretation of the principle of 'active participation.' " - Archbishop Malcolm Ranjith (Secretary of the Congregation for Divine Worship)
Terjemahan bebas:
"Beberapa praktek yang tidak pernah terpikirkan pada Konstitusi Liturgi Sacrosanctum Concilium kini diizinkan masuk ke dalam Liturgi Ekaristi, seperti Misa 'ad populum' (imam menghadap ke arah umat), menerimakan Komuni kudus di tangan, penggunaan pada bahasa Latin dan Gregorian Chant yang kesemuanya itu menyerah dan mengalah buat mendukung penggunaan lagu-lagu dan himne2 vernakular (bahasa dan lagu2 lokal sehari-hari pada suatu daerah tertentu) tanpa banyak ruang lagi yang tersisa untuk Tuhan. (Instruksi Redemptionis Sacramentum 183).
---
Kalo soal tepuk tangan, soal musik rock, band, soal alat musik daerah atau lagu daerah, salah satu referensi "Inkulturasi dan Liturgi Roma" yang dikeluarkan Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen-Sakramen tahun 1994.
"Musical forms, melodies and musical instruments could be used in divine worship as long as they "are suitable, or can be made suitable, for sacred use, and provided they are in accord with the dignity of the place of worship and truly contribute to the uplifting of the faithful."[86]"
Itu tanda angka "86" di sana merujuk ke paragraf 120 dokumen Konstitusi Liturgi "Sacrosanctum Concilium":
Terjemahan bebas Indonesia:
120. (Orgel dan alat-alat musik lainnya)
Dalam Gereja Latin orgel pipa hendaknya dijunjung tinggi sebagai alat musik tradisional, yang suaranya mampu memeriahkan upacara upacara Gereja secara mengagumkan, dan mengangkat hati Umat kepada Allah dan ke sorga. Akan tetapi, menurut kebijaksanaan dan dengan persetujuan pimpinan
gerejawi setempat yang berwenang, sesuai dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40, alat-alat musik lain dapat juga dipakai dalam ibadat suci, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan penggunaan dalam Liturgi, sesuai pula dengan keanggunan gedung gereja, dan sungguh membantu memantapkan penghayatan Umat beriman.
Sumber:
< http://www.ekaristi.org/
Lantas timbul suatu pertanyaan bagus, bagaimanakah tanggapan kita saat menyaksikan aneka perubahan yang TIDAK SAH dalam bagaimanacara Kurban Misa Ekaristi dirayakan tersebut? Ada beberapa hal yang dapatdilakukan untuk menyikapinya.
Pertama, berdoalah!
Persembahkanlah deritamu demi Gereja.
Kedua, pertimbangkanlah penyimpangan2 itu dalam norma-norma yang ditemukan dalam dokumen-dokumen liturgis terkait. Jika memang cocok, barulah pertimbangkan prinsip-prinsip hukum. Jika ia bukanlah penyalah-gunaan yang kentara atas rubrik2 dan atau aturan2 hukum liturgis, dengan PENUH KASIH tanyakanlah lebih jauh mengenai persoalan itu, termasuk batas mandat orang yang melkukan tindakan tersebut jika ia bukanlah eorang imam.
Jika persoalan itu pantas disikapi, kita HARUS MEMASTIKAN bahwa ortodoksi (keyakinan dan disiplin yang benar) kita DISERTAI oleh ortopraksis (maksudnya, tindakan yang benar). Kesabaran, ketekunan dan di atas segala-galanya adalah, cinta kasih.
Ketiga, karena ortodoksi menuntut kita untuk memajukan kebenaran, tetapi TIDAK PERNAH mengijinkan kita untuk menyerang cinta kasih. Maksunya, tahananlah keinginan untuk berbicara dengan tidak hormat kepada otoritas yang berwenang (Kel 16:2-12; Bil 16). Kita harus mencari kesempatan untuk mengungkapkan keprihatinan-keprihatinan kita dalam sebuah cara yang hormat entah itu kepada orang sebagai pribadi maupun atas jabatan imamatnya. Dan jika dia tidak mendengarkan kita, dekati otoritas yang lebih tinggi .
Hal yang paling penting adalah, kita harus berusaha untuk tidak kehilangan iman kita (Sir 2). Dalam situasi frustasimu, dekatkanlah dirimu kepada Kristus di dalam Sakramen-Sakramen. Karena kesetiaan sejati akan Kristus dan Gereja-Nya inilah yang merupakan hal paling otentik untuk memupuk pembaharuan liturgis yang otentik pula.
+++
"et introibo ad altare Dei ad Deum qui laetificat iuventutem meam."--"Aku hendak naik ke Altar Tuhan, ke hadapan Allah yang menggirangkan masa mudaku." (Maz 42:4)
[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. Thomas A Kempis, 'De Imitatione Christi II, 2, 2]
Source Gereja Katolik
No comments:
Post a Comment